PANTAU CRIME– Perhitungan kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana PI 10% di PT LEB menjadi sorotan publik dan menimbulkan kontroversi. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung hingga kini belum merinci secara jelas komponen atau dasar perhitungan yang dijadikan acuan dalam menetapkan kerugian negara sehingga penetapan tersangka terhadap Dirut PT LEB, M. Hermawan Eriadi, sah di mata hukum.
Kuasa hukum Hermawan, Nurul Amaliah, menyatakan pihaknya belum menerima data konkret terkait angka kerugian yang dihitung jaksa. Menurutnya, jaksa Kejati Lampung cenderung menyamakan keseluruhan dana PI 10% sebagai kerugian negara tanpa menyertakan rincian audit atau bukti yang mendukung.
“Kami juga enggak memahami karena belum menemukan angka yang disampaikan jaksa. Jaksa selalu menganggap kerugian itu ya keseluruhan Dana PI 10% itu,” ungkap Nurul Amaliah saat ditemui, Selasa, 2 Desember 2025. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah perhitungan kerugian yang dijadikan dasar penetapan tersangka termasuk dalam kategori actual loss atau potensial loss?
Dalam perspektif hukum, Nurul menjelaskan, kerugian negara yang sah haruslah berupa actual loss. Actual loss adalah kerugian yang benar-benar terjadi, terbukti, dan dapat dihitung secara pasti berdasarkan audit resmi serta fakta hukum. Artinya, setiap rupiah yang diklaim sebagai kerugian harus dapat dibuktikan secara konkret, bukan hanya perkiraan atau proyeksi kerugian yang mungkin terjadi.
Sebaliknya, potensial loss merujuk pada kerugian yang mungkin terjadi di masa depan akibat suatu tindakan, namun belum terjadi atau belum dapat diverifikasi. “Jika dasar perhitungannya hanya potensial loss, maka penetapan tersangka bisa dipersoalkan karena tidak memenuhi kriteria hukum yang sahih,” tegas Nurul.
Kontroversi ini menjadi penting karena menyangkut prinsip keadilan dan kepastian hukum. Penetapan tersangka tanpa dasar perhitungan kerugian yang jelas berpotensi menimbulkan gugatan hukum di tingkat pra peradilan maupun peradilan substantif. Beberapa pakar hukum tata negara menyarankan agar Kejati Lampung segera merilis rincian perhitungan kerugian dan metode audit yang digunakan agar publik dan pihak terkait dapat memahami dasar hukum tindakan tersebut.
Hingga saat ini, Kejati Lampung belum memberikan pernyataan resmi terkait perbedaan antara actual loss dan potensial loss dalam kasus PT LEB, yang membuat polemik terus berkembang. Sementara itu, pihak kuasa hukum Hermawan Eriadi menegaskan akan terus memantau proses hukum dan menyiapkan argumen untuk memastikan hak-hak kliennya terlindungi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat dan pengamat hukum, karena menyangkut transparansi pengelolaan dana publik serta akuntabilitas pejabat publik dalam mengelola dana perusahaan negara. Publik menunggu kejelasan dari Kejati Lampung agar tuduhan korupsi dapat diproses berdasarkan fakta hukum yang valid dan terukur, bukan sekadar asumsi kerugian yang bersifat spekulatif.***




