PANTAU CRIME— Langkah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dalam mengusut dugaan korupsi besar yang melibatkan anak usaha BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU) terus bergulir. Pekan ini, dua komisaris lama dari perusahaan terkait dipanggil penyidik, namun kehadiran mereka masih menjadi tanda tanya.
Rabu, 16 Juli 2025, Kejati memanggil Prihartono G. Zain, eks Komisaris PT LEB. Keesokan harinya, giliran Komisaris lama PT LJU yang dipanggil. Namun hingga Sabtu, 19 Juli 2025, Kasipenkum Kejati Lampung menyatakan bahwa belum ada konfirmasi kehadiran dari pihak-pihak yang dipanggil.
“Ada pemanggilan, tapi soal kehadirannya belum bisa kami konfirmasi,” ujar pejabat Kasipenkum singkat kepada wartawan.
Dugaan Korupsi Ratusan Miliar di Balik Participating Interest
Pemanggilan ini diduga terkait penyelidikan kasus korupsi dana Participating Interest (PI) sebesar 10 persen di Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (OSES) yang melibatkan PT LEB—anak usaha PT LJU. Angkanya tidak main-main: nilai dana yang dipersoalkan mencapai USD 17,28 juta atau sekitar Rp 271,5 miliar.
Aset Disita, Tapi Tersangka Masih Misterius
Sejauh ini, Kejati telah menyita aset senilai Rp 84 miliar, termasuk mata uang asing, kendaraan mewah, dan barang berharga lainnya. Salah satu penyitaan terbesar terjadi pada Desember 2024, saat penyidik mengamankan USD 1,48 juta atau setara Rp 23,5 miliar.
Meski telah memeriksa 27 saksi—terdiri dari pejabat daerah, manajemen PT LEB dan PT LJU, hingga pihak dari Pertamina Hulu Energi—hingga pertengahan Juli 2025 belum ada penetapan tersangka. Kejati masih menanti hasil audit kerugian negara dari BPKP.
DPRD dan Publik Mendesak Transparansi
Proses yang berjalan lamban ini turut menjadi perhatian Komisi III DPRD Provinsi Lampung. Dewan telah memanggil manajemen PT LEB dan PT LJU untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna menelusuri akar persoalan dan mengevaluasi sistem pengelolaan perusahaan daerah.
Desakan juga datang dari berbagai elemen masyarakat sipil. Mereka menuntut Kejati Lampung bergerak lebih cepat dan transparan dalam menangani kasus ini agar tidak menimbulkan krisis kepercayaan publik.
“Sudah terlalu banyak kerugian negara dalam kasus BUMD yang tidak dituntaskan. Kami butuh kejelasan, bukan janji,” ujar seorang aktivis antikorupsi di Lampung.***