PANTAU CRIME- Aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Provinsi Lampung, Senin (8/9/2025), berakhir ricuh setelah aparat kepolisian berhasil mengamankan tujuh orang perusuh. Dari jumlah tersebut, satu orang berinisial FJ (23) ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti merakit dan membawa bom molotov saat demo berlangsung, sementara enam lainnya masih berstatus anak bermasalah dengan hukum (ABH).
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Lampung, Kombes Pol Indra Hermawan, mengungkapkan bahwa FJ tidak hanya merakit bom molotov, tetapi juga mengajak anak di bawah umur untuk ikut serta dalam aksi berbahaya tersebut. “Tindakan ini jelas membahayakan keamanan umum. FJ terbukti menginisiasi pembuatan bom molotov dan melibatkan anak-anak dalam aksinya,” tegas Indra.
FJ dijerat dengan pasal berat, yakni Pasal 187 ayat (1) KUHPidana tentang tindak pidana yang membahayakan keamanan umum, Pasal 187 Bis KUHPidana mengenai bahan peledak, serta Pasal 53 KUHPidana tentang percobaan tindak pidana. Jika terbukti di pengadilan, ia terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun. “Ancaman pidana ini mencerminkan betapa seriusnya kasus penggunaan bom molotov dalam aksi demonstrasi. Ini bukan sekadar pelanggaran biasa, tetapi sudah masuk ranah kejahatan yang bisa mengancam nyawa banyak orang,” jelasnya.
Sementara itu, terhadap enam anak yang ikut diamankan, polisi tidak melanjutkan proses hukum pidana. Mereka dikenakan tindakan diversi dengan mengembalikan mereka kepada keluarga masing-masing untuk mendapatkan pembinaan. “Kami berharap orang tua bisa mengawasi dan membimbing anak-anak agar tidak lagi terjerumus dalam aksi berbahaya seperti ini,” tambah Indra.
Insiden ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan adanya potensi provokasi dalam aksi unjuk rasa yang melibatkan generasi muda. Bom molotov yang digunakan sebagai alat perlawanan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat menimbulkan kerusakan fasilitas negara, luka berat, bahkan mengancam jiwa orang lain yang tidak bersalah.
Polda Lampung menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperketat pengamanan dalam setiap aksi demonstrasi agar tidak disusupi oleh kelompok anarkis. “Kami tidak melarang masyarakat menyampaikan aspirasi, tetapi penyampaian pendapat harus sesuai aturan hukum yang berlaku. Tindakan anarkis apalagi menggunakan bahan peledak tidak bisa ditoleransi,” pungkas Indra.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa penggunaan bom molotov dalam unjuk rasa bukanlah cara menyampaikan pendapat, melainkan tindak kejahatan yang serius. Masyarakat diminta tetap kritis namun tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin menimbulkan kerusuhan.***