Oleh Hendri Adriansyah, SH., MH.,
PANTAU CRIME- Bulan Juli ini, masyarakat Kota Bandar Lampung dikejutkan oleh kemunculan SMA Siger, sebuah sekolah yang didirikan di bawah naungan Yayasan Siger Prakarsa Bunda.
Sekolah tersebut diperuntukkan bagi siswa putus sekolah dan mereka yang tidak tertampung di sekolah negeri. Kehadiran sekolah ini memunculkan harapan, sekaligus pertanyaan. Publik pun terbelah: Ada yang memuji niat baik di balik pendiriannya, namun tak sedikit pula yang mengkritisi proses dan legalitas kebijakan ini.
Kebijakan, dalam konteks pemerintahan, bukan semata keputusan spontan atau program jangka pendek. Dalam bahasa Inggris, “policy” dibedakan dari “wisdom” (kebijaksanaan) dan “virtue” (kebajikan).
Sebuah kebijakan yang baik seyogianya mengandung kedalaman analisis, kepatuhan terhadap hukum, pertimbangan etis, serta dampak sosial jangka panjang.
Di sinilah letak persoalan mendasar dari pendirian SMA Siger: Apakah kebijakan ini telah melalui proses pertimbangan yang matang dan komprehensif?
Salah satu aspek penting yang patut dikritisi adalah dasar hukum pendirian yayasan yang menjadi badan hukum pengelola sekolah tersebut.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, setiap yayasan harus didirikan dengan kekayaan yang dipisahkan dari pribadi pendiri. Kekayaan tersebut harus jelas sumbernya, bentuknya, dan penggunaannya. Tanpa transparansi dalam hal ini, akan sulit menjamin tidak adanya konflik kepentingan atau potensi penyalahgunaan sumber daya publik.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: dari mana Yayasan Siger Prakarsa Bunda memperoleh modal awalnya?
Apakah telah dicantumkan secara eksplisit dalam akta pendirian yayasan?
Bila sumber pendanaan berasal dari hibah Pemerintah Kota, maka perlu dikaji ulang, sebab pengelolaan dan pembiayaan pendidikan tingkat SMA merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, bukan Pemerintah Kota.
Penyaluran dana di luar kewenangan berpotensi menyalahi aturan hukum dan menimbulkan kerancuan administratif.
Masalah lain yang tak kalah penting adalah penggunaan gedung SMP Negeri sebagai tempat belajar sementara SMA Siger. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: Apakah penggunaan aset negara oleh lembaga swasta telah memiliki payung hukum yang sah?
Undang-undang menuntut setiap penyelenggara pendidikan oleh yayasan untuk memiliki sarana dan prasarana sendiri. Tanpa pemenuhan ini, maka keabsahan operasional sekolah bisa dipertanyakan. Kita masih mengingat polemik Universitas Trisakti, di mana konflik kepemilikan aset negara yang digunakan oleh yayasan swasta menimbulkan perdebatan panjang dan berkepanjangan.
Tak hanya itu, kehadiran SMA Siger juga memantik kekhawatiran dari sektor pendidikan swasta. Sekolah-sekolah swasta yang selama ini menjadi tumpuan pendidikan masyarakat akan menghadapi persaingan tidak seimbang. Ketika sekolah baru yang dibiayai publik menawarkan program gratis tanpa regulasi yang jelas, maka sekolah swasta bisa kehilangan siswa, kekurangan dana operasional, dan bahkan mengalami penutupan.
Imbasnya akan langsung terasa bagi guru-guru swasta yang menggantungkan hidup pada lembaga tersebut.
Perlu digarisbawahi, bahwa tulisan ini tidak ditujukan untuk menolak inisiatif pendirian sekolah gratis. Gagasan pemerataan akses pendidikan adalah cita-cita luhur yang patut didukung oleh semua pihak. Namun, kebijakan publik bukan hanya soal niat baik—melainkan soal tata kelola yang bijak, transparan, dan adil.
Pemerintah Kota Bandar Lampung hendaknya menyusun kebijakan pendidikan yang merangkul seluruh pemangku kepentingan, termasuk sekolah swasta yang telah lama berkontribusi pada pembangunan pendidikan lokal.
Kolaborasi, bukan kompetisi, adalah kunci utama menuju sistem pendidikan yang sehat. Sekolah swasta tidak boleh dipinggirkan, tetapi perlu dilibatkan dalam perencanaan pembangunan pendidikan.
Dukungan dalam bentuk pelatihan guru, peningkatan sarana, hingga bantuan operasional, adalah bentuk keberpihakan yang adil dan setara. Dengan demikian, pendidikan di Kota Bandar Lampung tidak hanya menjadi hak bagi sebagian, tetapi menjadi ruang tumbuh bagi semua.***