PANTAU CRIME – Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Ambon terus mengukir prestasi dalam program pembinaan kemandiriannya. Pada Selasa, 10 Juni 2025, dua kegiatan produktif yang bertujuan besar untuk reintegrasi sosial digelar serempak: penanaman bibit kangkung di area branggang pos menara dan pelatihan pembuatan meubelair berupa kursi sofa di bengkel kerja rutan. Ini adalah langkah konkret Rutan Ambon dalam mengubah paradigma pembinaan, dari sekadar hukuman menjadi pemberdayaan yang berkelanjutan untuk mencegah residivisme.
Kepala Rutan Ambon, Ferdika Canra, menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk membekali WBP dengan keterampilan praktis yang akan menjadi bekal utama mereka saat kembali ke masyarakat. “Kami ingin menciptakan ruang pembinaan yang benar-benar berdampak pada kesiapan mereka untuk hidup mandiri dan produktif. Kegiatan meubelair memberikan keterampilan teknis yang bernilai jual tinggi, sementara budidaya kangkung mendukung ketahanan pangan internal dan memiliki potensi ekonomi yang dapat dipasarkan,” ungkap Ferdika, menyoroti aspek ganda program ini.
Ferdika menambahkan, inisiatif ini merupakan bagian integral dari implementasi program 13 Akselerasi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan. Ini terutama berfokus pada penguatan sektor UMKM, kemandirian pangan, serta pemanfaatan potensi lokal secara optimal. Ia menegaskan, pembinaan di rutan tidak boleh bersifat pasif, melainkan harus aktif, produktif, dan berkelanjutan, demi mencetak individu yang mampu beradaptasi dan memberikan kontribusi positif setelah kembali ke komunitas.
Keahlian Baru, Peluang Baru: Mengurangi Angka Residivisme
Plh Subseksi Kegiatan Kerja, Bakker, memaparkan hasil konkret dari program ini. “Meubelair berupa kursi sofa yang diproduksi WBP saat ini sudah menunjukkan kualitas yang membanggakan dan berhasil dijual ke pihak luar. Ini membuktikan bahwa keterampilan yang mereka pelajari memiliki daya saing nyata di pasar,” ujarnya bangga. Sementara itu, untuk hasil panen kangkung, nantinya akan dipasarkan melalui vendor penyedia bahan makanan (bama) yang telah bekerja sama dengan rutan, menjamin adanya sirkulasi ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.
“Kegiatan seperti ini tidak hanya melatih keterampilan fisik, tetapi juga secara fundamental membentuk karakter, menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan meningkatkan kepercayaan diri. Warga binaan belajar tentang pentingnya kerja sama tim dan manajemen waktu. Rutinitas ini membawa dampak positif yang besar, baik dari sisi psikis maupun sosial mereka, mempersiapkan mereka untuk reintegrasi yang berhasil,” tambah Bakker, menggarisbawahi pentingnya rehabilitasi psikologis dan sosial.
Respons dari para WBP sendiri sangat positif. Salah seorang warga binaan yang mengikuti pelatihan meubelair berbagi kisahnya: “Dulu saya merasa tidak punya masa depan. Tapi sekarang, saya bisa membuat kursi sofa. Awalnya memang sulit, tapi setelah diajarkan dan terus latihan, saya mulai bisa. Saya punya harapan besar untuk membuka usaha sendiri setelah bebas nanti dan tidak ingin lagi kembali ke tempat ini,” tuturnya dengan semangat membara, menunjukkan bagaimana program ini telah menjadi jembatan menuju kehidupan baru yang produktif dan bebas dari residivisme.
Melalui pembinaan yang menyentuh langsung pada aspek keterampilan, produktivitas, dan pengembangan karakter, Rutan Ambon membuktikan bahwa masa pembinaan bukan hanya tentang menjalani hukuman. Lebih dari itu, ini adalah investasi sosial yang krusial untuk reintegrasi yang sukses, mencetak individu yang terampil dan berdaya guna, serta secara efektif mengurangi angka residivisme demi masyarakat yang lebih aman dan sejahtera.***