PANTAU CRIME – Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Indonesia (DPD IKADIN) Lampung secara tegas menyatakan dukungannya terhadap rencana ribuan hakim di seluruh Indonesia untuk menggelar **Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia, yang akan dilaksanakan pada 7—11 Oktober 2024 mendatang.
Gerakan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan para hakim terkait gaji dan tunjangan yang belum mengalami peningkatan dalam 12 tahun terakhir. Kondisi ini dinilai memperburuk krisis kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. “Hakim merupakan pilar penegakan keadilan. Tanpa kesejahteraan yang memadai, mereka rentan terhadap godaan korupsi karena penghasilan tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari,” tegas Ketua DPD IKADIN Lampung, Penta Peturun.
Penta menekankan bahwa langkah cuti bersama ini merupakan hak dasar setiap pekerja, termasuk hakim. Mengacu pada **Konvensi No. 87** tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, yang telah diratifikasi oleh Indonesia, PNS memang tidak memiliki hak untuk mogok kerja. Namun, sebagai gantinya, mereka harus mendapatkan perlindungan yang adil melalui prosedur arbitrase dan konsiliasi. “Kami mendukung penuh gerakan ini dan berharap Ketua Mahkamah Agung tidak memberikan sanksi kepada para hakim yang turut serta dalam aksi ini,” tambahnya.
Saat ini, gaji dan tunjangan hakim masih mengacu pada **Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012** tentang hak keuangan dan fasilitas hakim. Penta mencatat bahwa peraturan ini sudah 12 tahun tidak diperbarui, sementara Indonesia terus mengalami inflasi setiap tahunnya.
Beban kerja yang tidak proporsional juga menjadi salah satu alasan utama gerakan ini. Berdasarkan laporan Mahkamah Agung Tahun 2023, jumlah hakim di tingkat pertama hanya 6.069 orang, yang harus menangani sekitar 2,8 juta perkara. “Ini adalah situasi yang tidak adil bagi para hakim, dan aksi cuti ini adalah bentuk keprihatinan yang sah,” ujar Penta.
Sebagai seorang advokat yang peduli terhadap nasib para hakim, Penta berharap aksi ini akan mendorong perubahan kebijakan yang lebih baik bagi kesejahteraan hakim di Indonesia.***