PANTAU CRIME – Di tengah kecenderungan banyak institusi yang enggan menerima kritik, Kapolda Lampung Irjen Pol. Helmy Santika tampil dengan sikap yang berbeda. Dalam sebuah forum dialog dengan masyarakat dan mahasiswa, ia menyatakan dengan tegas bahwa Polri harus siap dikritik. Pernyataan ini bukan sekadar kalimat biasa, tetapi sebuah langkah berani untuk mendorong perubahan dan memperbaiki hubungan antara Polri dan publik.
Di tengah masyarakat yang semakin kritis, pernyataan tersebut memberikan angin segar. Tidak hanya karena kata-katanya yang mengundang perhatian, tetapi juga karena mengandung pesan penting: bahwa kritik adalah bagian dari proses perbaikan dan pembaruan yang sehat dalam sebuah institusi.
Romadhon Jasn, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN), menilai pernyataan Kapolda Lampung sebagai langkah maju. Baginya, ini adalah bentuk keberanian moral yang jarang terlihat di banyak institusi. Kritik, menurut Romadhon, bukanlah musuh dari institusi, melainkan vitamin untuk demokrasi.
“Polri yang baik bukan hanya yang kuat secara fisik, tapi yang mampu menerima kritik dengan lapang dada. Itulah tanda dari demokrasi yang sehat,” ujar Romadhon.
Ia mengingatkan bahwa kritik adalah batas yang penting untuk kekuasaan. Dalam demokrasi, tidak ada kekuasaan yang abadi tanpa pengawasan dan evaluasi dari rakyat. Oleh karena itu, sikap terbuka terhadap kritik menunjukkan bahwa Polri percaya diri dan siap memperbaiki diri untuk melayani masyarakat dengan lebih baik.
“Kami tidak menuntut polisi yang sempurna. Yang rakyat inginkan adalah polisi yang bisa mendengar dan berubah ketika diperlukan,” tegas Romadhon.
Dalam pandangannya, ini adalah titik balik yang penting bagi institusi Polri. Menerima kritik bukan hanya soal memberi ruang bagi opini publik, tetapi juga tentang keberanian untuk belajar dan bertumbuh. Dalam dunia yang semakin transparan dan penuh dengan akses informasi, sikap defensif terhadap kritik justru akan menjauhkan aparat dari rakyat.
Perubahan sikap ini juga dianggap sebagai langkah penting menuju pembaruan institusi Polri yang lebih progresif. Helmy Santika, dengan sikap terbukanya, telah memberikan contoh yang seharusnya bisa diadopsi oleh Polri di seluruh Indonesia.
“Kritik bukan serangan. Kritik adalah bagian dari pertumbuhan dan pembaruan. Jika Polri bisa menerima itu, maka demokrasi kita akan lebih sehat,” tutup Romadhon.***