PANTAU CRIME – Dugaan penyimpangan anggaran di enam desa di Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan, menjadi perhatian serius. Pengamat hukum Amanda Manthovani, SH, menegaskan bahwa audit anggaran tidak seharusnya terbatas pada tahun 2024 saja, tetapi juga mencakup seluruh periode kepemimpinan kepala desa untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana desa.
Menurut Amanda, ada potensi modus operandi dalam praktik penyalahgunaan anggaran dengan menggunakan dana dari tahun berikutnya untuk menutupi kegiatan yang belum terealisasi. “Bisa saja kepala desa merealisasikan kegiatan dengan anggaran tahun berikutnya. Ini harus ditelusuri lebih dalam,” ujar Amanda Manthovani, penasihat hukum dan advokat dari Amanda Manthovani Law Office yang berbasis di Jakarta.
Amanda yang pernah membuka kantor hukum di Kalianda menegaskan bahwa pemberantasan korupsi merupakan salah satu program prioritas Presiden yang harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. “Kita harus mendukung penuh kebijakan Presiden dalam memberantas korupsi, termasuk di tingkat desa,” ungkap alumnus Fakultas Hukum Universitas Pancasila tersebut. Ia juga menekankan bahwa audit harus mencakup aspek administrasi sekaligus pemeriksaan bukti fisik dari penggunaan anggaran.
Senada dengan Amanda, pengamat hukum Ricardo, SH, juga menyoroti perlunya pemeriksaan menyeluruh terhadap penggunaan anggaran sejak awal kepemimpinan kepala desa. “Harus ada cross-check, check and recheck terhadap penggunaan dana desa. Apakah benar kegiatan sudah terlaksana atau justru menggunakan anggaran tahun berikutnya untuk menutupi kekurangan sebelumnya? Jika ini terjadi, maka ada indikasi tindak pidana korupsi,” ujar Ricardo, penggiat hukum dari LBH Kalianda dan alumnus Universitas Janabadra Yogyakarta yang kini berdomisili di Jakarta.
Sementara itu, seorang warga Desa Bali Agung membantah pernyataan kepala desa yang menyebut seluruh program telah direalisasikan dengan dana desa tahun 2024. Warga tersebut mengungkap adanya dugaan tumpang tindih penggunaan anggaran, terutama dalam alokasi dana ketahanan pangan dan penyertaan modal. “Dana ketahanan pangan yang seharusnya diperuntukkan bagi sektor perikanan dan tanaman buah-buahan justru digunakan untuk menanam pepaya. Selain itu, dana penyertaan modal juga dipakai untuk kegiatan yang sama. Bahkan, anggaran tahun 2022 yang dialokasikan untuk pembangunan tempat parkir hingga kini belum terealisasi,” ungkap warga yang enggan disebutkan namanya pada Kamis, 13 Maret 2025.
Dugaan penyimpangan anggaran ini menjadi tantangan serius dalam tata kelola dana desa. Oleh karena itu, diperlukan audit yang lebih transparan dan akuntabel guna memastikan anggaran digunakan sesuai peruntukannya serta mencegah praktik korupsi yang merugikan masyarakat.***