PANTAU CRIME – Bayu Teguh Pranoto, pemilik Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto and Partners, akhirnya buka suara terkait pemberitaan yang menyebut Dwi Pujo Prayitno melakukan pungutan liar (pungli) dalam proses ganti rugi lahan warga terdampak proyek Bendungan Marga Tiga, Lampung Timur.
Dalam konferensi pers di Resto and Meeting Room Pawon Mas, Metro Timur, Rabu (12/3/2025), Bayu menegaskan bahwa Dwi Pujo Prayitno bukan kuasa hukum warga, melainkan konsultan hukum yang ditunjuk secara resmi oleh kantornya.
“Saudara Dwi Pujo Prayitno bekerja berdasarkan penugasan dari kantor kami. Bahkan rekening yang digunakan untuk menampung sukses fee juga merupakan instruksi resmi, karena warga lebih mempercayai beliau,” tegas Bayu.
Kepercayaan Warga Berawal dari Perjuangan Sejak 1998
Menurut Bayu, kepercayaan warga terhadap Dwi Pujo Prayitno telah terjalin sejak 1998, ketika ia membantu masyarakat melepaskan lahan pertanian dari status Register 37 Way Kibang. Saat itu, Dwi ditunjuk oleh Universitas Lampung untuk memberikan pendampingan hukum, yang akhirnya membuahkan hasil berupa pelepasan lahan dan pembentukan Desa Mekar Mulya.
Kepercayaan ini terus berlanjut hingga Januari 2024, saat perwakilan warga, tokoh masyarakat, dan kepala desa terdampak meminta bantuan Dwi Pujo untuk mendampingi mereka dalam negosiasi ganti rugi lahan proyek bendungan.
“Masyarakat ingin agar lahan pertanian mereka mendapat ganti rugi yang layak, bukan hanya tanaman tumbuhnya saja sebagaimana keputusan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung,” ujar Bayu.
Peralihan Kuasa Hukum Akibat Ketidakjelasan Penyelesaian
Sebelumnya, sejak 2021, warga telah menunjuk Advokat Kemari dan Rekan sebagai kuasa hukum mereka. Namun, setelah tiga tahun tanpa perkembangan berarti, pada awal 2024, warga akhirnya beralih ke Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto and Partners.
Keputusan ini diambil dalam musyawarah warga pada 24 Januari 2024, yang juga dihadiri oleh Babinsa, Bhabinkamtibmas, Intel Polsek, Intel Polres, serta kepala desa setempat.
Pada 7 Februari 2024, diterbitkan Surat Kuasa Khusus No.7.1/BTP-SK/II/2024 hingga No.7.9/BTP-SK/II/2024, yang secara resmi menunjuk Bayu Teguh Pranoto, Hi. Kemari, dan Dwi Pujo Prayitno sebagai bagian dari tim pendamping hukum.
Dukungan KLHK: Proses Ganti Rugi Lahan Akhirnya Disetujui
Setelah menerima kuasa, tim hukum segera berkoordinasi dengan Kantor ATR/BPN Lampung Timur dan menemukan bahwa hampir semua instansi terkait telah menyetujui pembayaran ganti rugi lahan dalam Register 37 Way Kibang, kecuali Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah XX (BPKHTL) Bandar Lampung.
Karena itu, pada pertengahan 2024, kantor hukum mengajukan permohonan pelepasan lahan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hasilnya, pada Juni 2024, KLHK menyetujui pelepasan lahan dan merekomendasikan Kementerian PUPR untuk segera menyelesaikan hak-hak masyarakat terdampak.
Sukses Fee dan Persoalan Kuasa Substitusi
Pada September 2024, kantor hukum menerbitkan surat kuasa kepada Dwi Pujo Prayitno dan Kemari untuk menerima sukses fee sebesar 15% dari pencairan ganti rugi. Namun, Kemari menolak menandatangani, dengan alasan telah dilantik sebagai anggota DPRD Lampung Timur.
Sebagai gantinya, Dwi Pujo Prayitno ditugaskan untuk mengurus penerimaan sukses fee, sesuai dengan kepercayaan warga kepadanya.
Namun, masalah muncul ketika Kemari secara sepihak menerbitkan Surat Kuasa Substitusi tanpa izin, yang kemudian digunakan untuk menarik sukses fee pencairan tahap kedua dan ketiga pada Desember 2024.
“Tindakan ini berpotensi menimbulkan permasalahan hukum karena pengalihan kuasa dilakukan tanpa persetujuan pihak yang berwenang,” jelas Bayu.
Bayu Teguh Pranoto: Kami Berpegang pada Prinsip Hukum
Bayu menegaskan bahwa seluruh tindakan yang dilakukan Dwi Pujo Prayitno dalam kasus ini telah sesuai dengan prosedur hukum, termasuk dalam hal penerimaan sukses fee.
“Kami bekerja berdasarkan mandat yang jelas dan mengutamakan transparansi. Jika ada pihak yang merasa keberatan, kami siap menjelaskan berdasarkan fakta hukum yang ada,” ujarnya.
Bayu juga menyayangkan adanya pemberitaan yang tidak akurat dan terkesan menyudutkan kantornya.
“Kami ingin meluruskan informasi yang beredar. Dwi Pujo Prayitno bukan kuasa hukum warga, dan semua langkah yang diambilnya adalah atas arahan resmi kantor kami,” tutupnya.***