PANTAU CRIME – Bertempat di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI, Jaksa Agung Muda Pidana Militer (JAM-Pidmil) Mayjen TNI Dr. W. Indrajit memberikan sambutan pada Upacara Pembukaan Diklat Pembekalan Sumber Daya Manusia Tahun 2024 dengan tema “Penanganan Perkara Koneksitas yang Optimal Melalui Kerja Sama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL), Senin, 15 Juli 2024.
Dalam sambutannya, JAM-Pidmil menuturkan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga yang memegang fungsi penuntutan dan sebagai dominus litis dalam penanganan perkara pidana merupakan satu-satunya badan yang berwenang untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu perkara dilimpahkan ke pengadilan.
Meski pemeriksaan koneksitas dilaksanakan melalui dua sistem peradilan yang berbeda, namun Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum Tertinggi tetap melekat sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Kejaksaan, yang menyatakan bahwa Jaksa Agung berwenang “mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan Penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer”.
Artinya, Jaksa Agung bukan hanya pimpinan tertinggi di institusi Kejaksaan melainkan juga pimpinan tertinggi dalam bidang penuntutan di institusi mana pun yang diberi kewenangan oleh undang-undang.
“Untuk itu, tidak heran apabila dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer secara expressive verbis menyatakan bahwa Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi. Pengaturan tersebut pada hakikatnya merupakan cerminan dari pelaksanaan prinsip single prosecution system, yang berarti tidak ada lembaga lain yang berhak melakukan penuntutan kecuali berada di bawah kendali Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi negara,” ujar JAM-Pidmil.
JAM-Pidmil menyampaikan sinergitas dan kerja sama antar Kejaksaan dan TNI walau berada pada lingkup tatanan dan ranah yang tidak sepenuhnya sama dalam konteks peradilan pidana yaitu antara sipil dan militer, namun keduanya memiliki visi dan misi serta kesepahaman pemikiran yang sama yaitu untuk memperkuat ditegakkannya hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Dari kerjasama yang sudah terjalin sejak lama tersebut diharapkan terdapat satu tujuan antara Kejaksaan dan TNI untuk diimplementasikan dan diwujudkan dalam upaya menegakkan hukum, menjaga kedaulatan, dan mempertahankan keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” imbuh JAM-Pidmil.
Relasi kelembagaan yang sangat kuat dan erat antara Kejaksaan dan TNI (antara Jaksa dan Oditurat) tersebut merupakan mandat regulasi yang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang Peradilan Militer yang menyebutkan bahwa Oditur Jenderal dalam melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi di Negara Republik Indonesia melalui Panglima TNI.
“Hal itu merupakan penegasan tentang asas dominus litis, serta single prosecution system. Dengan penegasan tersebut, maka sinergitas, koordinasi teknis dalam proses penanganan perkara, penuntutan perkara pidana antara Kejaksaan dan TNI sangat diperlukan, khususnya dalam perkara koneksitas sehingga dapat berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran,” ujar JAM-Pidmil menambahkan.
Selain itu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Peraturan Presiden tersebut menjadi landasan pembentukan organisasi baru di lingkungan Kejaksaan, yaitu dibentuknya Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL).
“Kehadiran JAM PIDMIL pada hakikatnya merupakan mandat konstitusional. Pembentukan JAM PIDMIL menunjukkan komitmen kuat dua institusi dalam meningkatkan kualitas penegakan hukum nasional, khususnya dalam penanganan perkara koneksitas,” imbuh JAM-Pidmil.
JAM PIDMIL juga mengemban fungsi utama dalam mengoordinasikan kepentingan peradilan umum (sipil) dan peradilan militer, sebagaimana diatur oleh dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Peradilan Militer.
Dari dua institusi yang saling bersinergi, dengan satu titik singgung yaitu proses penuntutan tindak pidana (koneksitas).