PANTAU CRIME – Selama dua pekan terakhir, jalanan Lampung tidak lagi sebebas biasanya bagi para pelaku kejahatan. Kepolisian Daerah (Polda) Lampung dan jajaran Polres/ta di 15 kabupaten/kota bergerak cepat dalam Operasi Pekat (Penyakit Masyarakat) Krakatau 2025. Hasilnya? Sebanyak 399 pelaku kejahatan jalanan berhasil diciduk, dengan 121 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Operasi yang digelar sejak 1 hingga 14 Mei 2025 ini menargetkan kejahatan-kejahatan yang selama ini meresahkan warga, seperti pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian kendaraan bermotor (curanmor), serta aksi premanisme, pemalakan, hingga pungutan liar.
“Operasi ini melibatkan total 933 personel, terdiri dari 127 anggota Polda dan sisanya dari seluruh Polres di Lampung,” ujar Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika, saat konferensi pers di Gedung Presisi Polda Lampung, Senin, 19 Mei 2025.
Menurut Helmy, dari ratusan yang diamankan, sebanyak 278 orang lainnya tidak langsung dijerat hukum, melainkan menjalani pembinaan. Mereka, kata dia, akan diarahkan untuk kembali ke masyarakat dengan harapan tidak lagi mengulangi perbuatan serupa.
“121 orang yang ditetapkan sebagai tersangka telah melalui proses pendalaman dan ditemukan barang bukti yang menguatkan peran mereka dalam tindak pidana,” tegasnya.
Barang Bukti Bertumpuk: Senjata, Uang, dan Kendaraan
Tak hanya menangkap pelaku, Operasi Pekat 2025 juga membuahkan tumpukan barang bukti. Di antaranya:
- 2 unit mobil
- 51 sepeda motor
- 3 senjata api rakitan
- 8 butir amunisi
- 17 senjata tajam
- Uang tunai Rp 8,4 juta
- 16 unit handphone
- 3 televisi
- 34 dokumen penting
- Dan berbagai barang bukti lainnya
Barang bukti ini berasal dari berbagai lokasi yang digerebek selama operasi. Beberapa pelaku bahkan diketahui menggunakan kendaraan hasil curian untuk melakukan aksi kejahatan lain.
Perang Terbuka Terhadap Premanisme
Kapolda Lampung menegaskan komitmennya untuk tidak memberi ruang bagi praktik premanisme di seluruh wilayah hukum Polda Lampung. Ia menekankan, operasi ini bukan akhir, tetapi permulaan dari langkah-langkah penindakan yang lebih masif.
“Siapapun pelakunya, kami tidak pandang bulu. Premanisme harus hilang dari bumi Lampung,” ujarnya lantang.
Namun ia juga menyadari bahwa polisi tidak bisa bekerja sendirian. Helmy mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, hingga organisasi sosial, untuk ikut terlibat dalam menjaga keamanan.
“Lampung harus menjadi rumah yang aman, nyaman, dan tertib bagi semua,” pungkasnya.***