PANTAU CRIME – Keluarga dari S (11), korban pencabulan yang diduga dilakukan oleh seorang oknum guru di sebuah SD swasta, mendesak Polresta Bandar Lampung untuk segera menahan pelaku berinisial FZ (27). Permintaan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum keluarga, Ridho Abdilah Husin, dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis, 31 Oktober 2024.
Dalam keterangannya di hadapan awak media, Ridho menjelaskan bahwa FZ merupakan guru Bahasa Arab korban di salah satu Sekolah Islam Terpadu di Bandar Lampung. Menurutnya, tindakan pencabulan tersebut terjadi dalam tiga kejadian terpisah.
Insiden pertama terjadi pada 20 September 2024, ketika pelaku mengajak korban berkeliling menggunakan mobil. “Sesampainya di halaman Masjid Way Halim, pelaku melakukan pencabulan,” jelas Ridho.
Kejadian kedua terjadi pada 26 September 2024, setelah jam ekstrakurikuler tilawah. Pelaku meminta korban untuk mengunci kelas di lantai atas, kemudian mengikuti korban dari belakang dan mendorongnya ke dalam ruangan. “Pelaku mendorong korban masuk saat dia mencoba menutup pintu,” ungkap Ridho.
Insiden ketiga berlangsung pada 29 September 2024, saat pelaku menjemput korban dan mengajaknya berjalan-jalan di daerah Sukarame. “Di dalam mobil, pelaku kembali melakukan tindakan pencabulan,” lanjutnya.
Ridho menyoroti keputusan unit PPA Satreskrim Polresta Bandar Lampung yang memberikan penangguhan penahanan kepada pelaku. “Pihak Polresta beralasan bahwa penangguhan ini dilakukan karena pelaku ingin melanjutkan studi S2 dan memperbaiki hubungan dengan istrinya, yang merupakan seorang selebgram dan MUA di Lampung,” ujarnya.
“Sangat disayangkan, sementara korban telah berbulan-bulan tidak bersekolah dan mengalami trauma,” tambahnya.
Ridho menjelaskan bahwa menurut KUHP, penangguhan penahanan harus disertai jaminan, baik berupa orang atau uang. Namun, ia mempertanyakan keabsahan jaminan yang diberikan, yang berupa sertifikat yang tidak terdaftar atas nama pelaku atau keluarganya. “Kami baru mendengar bahwa sertifikat bisa digunakan sebagai jaminan untuk penangguhan penahanan,” tegasnya.
Dia juga menanggapi klaim bahwa pihak terduga pelaku berusaha mencapai kesepakatan dengan meminta uang Rp1 miliar dari keluarga korban. “Kami dengan tegas menegaskan bahwa kami tidak pernah meminta uang tersebut dan tidak pernah berkomunikasi dengan mereka,” ungkap Ridho.
Di sisi lain, Restu, kakak korban, menegaskan pentingnya keadilan bagi adiknya, yang merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. “Adik kami adalah harapan keluarga. Kami ingin pelaku diadili seadil-adilnya, karena berapa pun ganti rugi yang diberikan tidak akan bisa mengembalikan adik saya seperti semula,” ujarnya.
“Kami meminta pihak kepolisian untuk membatalkan penangguhan pelaku agar ia tidak bisa melarikan diri,” tegas Restu.***